fbpx

Mengatasi Anak Suka Berteriak

Masalah setiap anak bisa berbeda. Mereka juga terpengaruh oleh hal-hal yang berbeda. Mulai lingkungan, tontonan, teman, dan lainnya. Berbagai hal yang mereka lihat dan dengar bisa mempengaruhi perilakunya. Ini bisa berarti hal yang positif, tapi bisa juga negatif. Apabila untuk hal yang kita anggap negatif misalnya adalah anak suka berteriak. Tentu, jika Anda memiliki masalah ini, maka Anda membutuhkan solusi yang bersifat segera.

Menangani Anak yang Terus Berteriak

Anak yang suka berteriak tanpa alasan yang jelas tentu tidak baik. Bahkan, teriakannya di rumah juga bisa membuat Anda semakin tidak nyaman. Belum lagi jika dia juga suka melakukan hal yang sama di sekolah hingga Anda pun dipanggil oleh pihak sekolah tentang perilaku sang anak. Bisa juga anak ketika di sekolah sangat penurut, mau mendengar bahkan guru pun takjub. Tapi hal berbeda terjadi ketika di rumah. Jika sudah demikian, Anda tetap tidak boleh menyerah. Tentu masih ada harapan untuk mengatasi hal ini.

Kondisi ini bisa sangat menjengkelkan ketika anak berteriak dan tidak mau mendengarkan Anda. Dan sangat umum bagi anak-anak untuk bertindak dengan satu cara di sekolah dan dengan cara lain di rumah. Artinya, sangat mungkin jika di sekolah, dia akan disiplin, menjadi pendengar yang baik dan tidak berteriak.

Tapi, sesampainya di rumah dia dalam kondisi yang sangat berbeda. Ini bisa terjadi dan bukan hal yang mustahil, bukan pula berarti dia memiliki kepribadian ganda. Mereka bisa bersikap berbeda di rumah karena merasa dapat melepaskan perasaan mereka dengan orang tua. Kabar baiknya adalah ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk membantu situasi Anda.

Mengajarkan Teknik Ekspresi Emosi

Anak-anak kecil memiliki lebih sedikit cara untuk mengidentifikasi dan mengatasi emosi mereka. Salah satu metode mereka yang paling umum untuk mengatasi adalah membuat ulah atau berteriak. Langkah pertama masalah anak suka berteriak adalah agar mereka mengenali emosinya dan mempelajari cara yang lebih baik untuk mengatasi dan mengekspresikan dirinya dengan lebih baik.

Mencoba untuk mewajarkan sikap anak-anak ketika mereka berteriak mungkin bukan hal yang tepat untuk dilakukan, ini membuat semakin terlalu jauh dan bahkan dapat memperburuk jeritan. Alih-alih, cobalah pikirkan cara untuk mengenali dan memvalidasi emosi dan mengajarkan keterampilan mengatasi pada saat kondisi dia sedang stabil atau tenang.

Anda dapat menggunakan emosi yang dia miliki, Anda alami atau bahkan orang lain alami. Misalnya, Anda dapat mengatakan, “Ibu sangat frustasi sekarang karena kita terjebak macet. Saya akan mengambil tiga nafas dalam-dalam untuk membantu menenangkan saya. Saya suka berpura-pura meniup lilin ulang tahun ketika saya menarik napas dalam-dalam.” Ini akan membantu putri Anda untuk memperkuat “kosa kata emosi” dan melatih strategi koping sehingga dia lebih tenang.

Teknik Perhatian Diferensial

Strategi lain adalah dengan menggunakan sesuatu yang disebut “perhatian diferensial”. Ini berarti Anda memberikan lebih banyak perhatian pada perilaku yang Anda sukai dan mengurangi perhatian pada perilaku yang bermasalah atau mengganggu yang tidak berbahaya. Dengan kata lain, abaikan putri Anda ketika dia berteriak dan pujilah dia ketika dia tetap tenang.

Pastikan untuk spesifik, positif dan langsung dengan pujian Anda. Misalnya, mengatakan; “Pekerjaan bagus karena Adik tetap tenang dan menggunakan suara sopan, Mama sangat suka” akan membantunya belajar lebih cepat daripada mengatakan “pekerjaan bagus!” atau “terima kasih karena tidak berteriak.”
Ingat, ketika Anda menggunakan metode ini dan mulai mengabaikan suatu perilaku, penting untuk tetap menggunakannya dan mengatasinya secara konsisten. Seringkali, perilaku buruk menjadi lebih buruk hingga akhirnya berubah menjadi lebih baik.

Membiarkannya atau mewajarkan anak suka berteriak bukanlah solusi. Jangan katakan “wajar, namanya anak-anak”. Ini bukanlah kalimat yang tepat karena sama sekali tidak mendidik. Cobalah lakukan hal di atas. Jika Anda masih menemukan hal-hal yang sulit diatasi, berbicara dengan dokter anak dapat menjadi langkah selanjutnya yang membantu. (www.smartladori.com)

 

Bagikan tulisan ini ke media sosial :

Komentar

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top